Contoh: Untuk rumah SEDERHANA seluas 70m2 (belum ada gambar rencana dan spesifikasi). Biaya satuan rumah sederhana adalah Rp. 750.000 per meter persegi. Maka biaya total (biaya konseptual) adalah 70m2 x Rp. 750.000/m2 = Rp. 52.500.000,- (akurasinya -30% hingga +50%) Untuk rumah MEWAH seluas 500m2 (belum ada gambar rencana dan spesifikasi). Biaya satuan rumah mewah adalah Rp. 3.750.000 per meter persegi. Maka biaya total (biaya konseptual) adalah 500m2 x Rp. 3.750.000/m2 = Rp. 1.875.000.000,- (akurasinya -30% hingga +50%) Bila rencana rumah di atas telah memiliki dokumen rencana yang lengkap (rumah sederhana dengan luas 68 m2, rumah mewah menjadi 479 m2), maka estimasi biayanya dapat dilakukan secara detail dengan menghitung volume dan biaya satuan tiap komponen bangunan sehingga diperoleh biaya total yang lebih akurat (-5% hingga +15%). Tahapan Proyek Konstruksi.Estimasi biaya konseptual juga dapat dilakukan dengan menggunakan data masa lalu yang diperbaharui dengan menggunakan indeks biaya (harga). Berikut ini adalah contoh indeks biaya (harga) konstruksi di Amerika sejak tahun 1913 hingga 1978:
Contoh estimasi biaya konseptual dengan menggunakan indeks biaya (harga): Untuk membangun jalan antar kota di Amerika pada tahun 1970 dibutuhkan biaya USD 75 per m2. Maka jika pada tahun 1978 akan dibangun jalan antar kota di Amerika, biaya yang dibutuhkan adalah: 1790 = ———- x USD 75 per m2 800 = 2.24 x USD 75 per m2 = USD 167.81 per m2 Metode Faktor Kapasitas Antara beberapa proyek bangunan sejenis namun besar dan luasnya berbeda terdapat suatu korelasi yang dapat digunakan sebagai dasar estimasi biaya konseptual. Korelasi tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut ini: K2 B2 = B1 {—-}^x K1 dimana: B2 = Estimasi biaya bangunan sejenis yang baru dengan kapasitas K2 B1 = Biaya bangunan lama dengan kapasitas K1 K2 = Kapasitas bangunan baru K1 = Kapasitas bangunan lama x = Faktor kapasitas sesuai jenis bangunan Berikut adalah faktor kapasitas untuk berbagai jenis bangunan:
Metode Rasio Biaya Komponen Bangunan Tiap-tiap komponen bangunan memiliki rasio tertentu terhadap biaya total bangunan yang dapat digunakan sebagai dasar estimasi biaya konseptual. Berikut ini adalah contoh rasio biaya tiap komponen pada bangunan laboratorium:
Biaya investasi untuk suatu bangunan (konstruksi) dibedakan atas biaya konstruksi (construction), biaya non-konstruksi (non-construction), dan biaya daur hidup (life-cycle).
Estimasi (perhitungan) biaya konstruksi secara detail didasarkan atas: – Gambar rencana yang detail – Spesifikasi kegiatan atau pekerjaan yang detail. Biaya tiap kegiatan atau pekerjaan disebut biaya satuan kegiatan atau pekerjaan (harga satuan pekerjaan). Biaya satuan pekerjaan dirinci berdasarkan: – Bahan yang digunakan, – Alat yang digunakan, – Pekerja yang terlibat untuk pekerjaan tersebut. Biaya-biaya di atas adalah biaya yang langsung (direct) berkaitan dengan kegiatan/pekerjaan tersebut dan disebut biaya langsung (direct cost). Komponen biaya langsung (direct cost) antara lain dipengaruhi oleh:
1. Lokasi pekerjaan. Contoh, harga di Bandung berbeda dengan Jakarta
2. Ketersediaan bahan, peralatan, atau pekerja. Contoh, ketika semen langka di pasaran, harga yang normalnya Rp. 31.000/zak menjadi Rp. 40.000/zak.
3. Waktu. Contoh, pekerjaan galian yang normalnya dilaksanakan dalam 2 hari biayanya Rp. 25.000,- per m3, bila harus dipercepat menjadi 1 hari, biayanya meningkat menjadi Rp. 45.000,-. Disamping biaya langsung, terdapat pula biaya tambahan (mark up) atau biaya tidak langsung. Komponen biaya tambahan terdiri dari:
1. Biaya Over head Biaya Over head adalah biaya tambahan yang harus dikeluarkan dalam pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan namun tidak berhubungan langsung dengan biaya bahan, peralatan dan tenaga kerja.
Contoh, ketika bagian logistik memesan semen dilakukan dengan menggunakan telepon genggam (HP). Biaya pulsa telepon tersebut tidak dapat ditambahkan pada harga semen yang dipesan. Contoh lain biaya operasional kantor proyek di lapangan (site office) seperti listrik, air, telepon, gaji tenaga administrasi, dst. tidak dapat dimasukkan ke biaya pekerjaan pondasi beton.
2. Biaya tak terduga (contingency cost) Biaya tak terduga (contingency cost) adalah biaya tambahan yang dialokasikan untuk pekerjaan tambahan yang mungkin terjadi (meskipun belum pasti terjadi). Contoh: untuk pekerjaan pondasi beton diperlukan pemompaan lubang galian yang sebelumnya tidak diduga akan tergenang air hujan.
3. Keuntungan (profit) Keuntungan (profit) adalah jasa bagi kontraktor untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak.
4. Pajak (tax), berupa antara lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%, Pajak Penghasilan (PPh), dll. Biaya (Harga) Satuan Pekerjaan Biaya (harga) satuan pekerjaan adalah jumlah: – Total biaya bahan yang digunakan, – Total biaya peralatan yang digunakan, – Total upah seluruh pekerja yang melaksanakan pekerjaan tersebut. Contoh: Biaya satuan (1m3) beton K-250 untuk pondasi pelat adalah sebesar Rp. 453.000,-. Artinya biaya satuan tersebut meliputi total biaya bahan yang digunakan, total biaya peralatan yang digunakan, dan total upah seluruh pekerja yang terlibat dalam pembuatan 1 m3 beton K-250. Biaya satuan (buah) pondasi pelat beton adalah sebesar Rp. 675.000,- Artinya biaya satuan tersebut meliputi biaya bahan (beton, tulangan, cetakan) yang digunakan, biaya peralatan (cangkul, sekop, pengaduk beton, pemadat beton, dll.) yang digunakan, serta upah seluruh pekerja (menggali & menimbun, pasang cetakan, mengecor, memadatkan beton, dsb.) Contoh Biaya (Harga) Satuan Bahan.
Untuk menentukan biaya (harga) satuan tahun 2005, maka perlu dihitung Indeks Harga akibat perubahan waktu (2001-2005). Contoh Penggunaan Indeks Harga (Price Index)
Struktur Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek Konstruksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar